?? korpus.txt
字號:
"PPS bertugas melakukan perawatan rutin, seperti membabat rumput di sekitar saluran irigasi, membuang sampah dari saluran, dan menguras lumpur semampunya," paparnya.
Data yang diungkapkan Dinas Pengairan tersebut ternyata berbeda dengan data Dinas Pertanian. Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Sathori Djuhaeri, kerusakan saluran irigasi mencapai 50-70 persen dari total saluran irigasi yang ada.
Kepala Seksi Irigasi dan Klimatologi Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Asyikin Kusnandi menambahkan, jaringan irigasi di tingkat usaha tani sebagian besar rusak berat sehingga air tidak mengalir melalui saluran, tetapi melalui petak-petak sawah petani. Dengan demikian, sawah di bagian hilir selalu tidak kebagian air.
</TEXT>
</DOC>
<DOC>
<DOCNO>kompas210504</DOCNO>
<TITLE> Kelangkaan Pupuk Bukan Disebabkan Percepatan Tanam </TITLE>
<TEXT>
Cirebon, Kompas - Kelangkaan pupuk urea yang terjadi di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, selama dua bulan terakhir ini, bukan disebabkan oleh percepatan awal musim tanam (MT) gadu yang dilakukan oleh para petani. Stok pupuk seharusnya tersedia setiap saat untuk memenuhi kebutuhan petani, tidak peduli kapan petani mulai menanam padinya.
Demikian ditandaskan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Sathori Djuhaeri di sela-sela menerima kunjungan inspeksi mendadak Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini MS Soewandi di Cirebon, Rabu (19/5).
Sathori mengatakan, pihaknya memang memprogramkan percepatan tanam pada MT gadu ini, supaya para petani masih mendapatkan air pada awal musim kemarau sehingga bencana puso akibat kekeringan seperti tahun lalu tidak terulang lagi.
Menurut Sathori, alasan pihak PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) yang menyalahkan percepatan tanam tersebut sama sekali tidak berdasar, karena seharusnya sebagai penanggung jawab pemasok pupuk di wilayah Cirebon, Pusri harus setiap saat menyediakan kebutuhan pupuk petani.
"Tahun-tahun lalu, bahkan sebelum petani memulai masa tanamnya, stok pupuk selalu melimpah di gudang Pusri. Tetapi tahun ini pupuk sangat sulit didapatkan dan harganya sangat tinggi," katanya.
Beberapa waktu lalu, Kepala Pemasaran Pusri Kabupaten (PPK) Cirebon Gunawan Jusuf pernah mengatakan, kelangkaan pupuk di wilayah Cirebon disebabkan ketidaksesuaian data kebutuhan pupuk yang dimiliki Pusri sebagai produsen dengan kenyataan kebutuhan petani di lapangan.
"Seharusnya puncak kebutuhan pupuk di Cirebon terjadi pada bulan Juni, tetapi karena percepatan tanam yang dilakukan, puncaknya bergeser lebih awal, menjadi pertengahan Mei. Ini di luar perhitungan kami," ujarnya.
Gunawan juga sempat menyayangkan keterlambatan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon menyampaikan data kebutuhan pupuk urea pada MT gadu ini. Menurut dia, berdasarkan pengalamannya di Kabupaten Karawang, data kebutuhan pupuk pada awal MT gadu bulan Mei-Juni sudah diserahkan oleh Dinas Pertanian setempat pada bulan Oktober-November tahun sebelumnya. "Tetapi di Cirebon ini, datanya baru diserahkan dua minggu lalu," ungkap Gunawan.
Hal tersebut juga disanggah oleh Sathori. Menurut dia, luas areal tanam yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pupuk para petani tidak pernah berubah terlalu drastis dari tahun ke tahun dan selalu dilaporkan ke produsen pupuk melalui Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.
"Apalagi pada MT gadu, luas areal tanamnya justru lebih kecil dibanding MT rendeng. Dari total areal pertanian 40.000 hektar di Cirebon, pada MT gadu paling banyak hanya ditanami seluas 35.000 hektar. Jadi itu tidak bisa dijadikan alasan kelangkaan pupuk," tandas Sathori.
Pernyataan Sathori tersebut senada dengan pernyataan Menperindag yang tidak bisa menerima alasan para produsen pupuk mengenai penyebab kelangkaan pupuk. Menurut Rini, para produsen beralasan kebutuhan di daerah pada bulan Mei ini naik hingga 15 persen karena ada percepatan tanam, sementara mereka masih mendasarkan perhitungan pasokan pupuk pada kebutuhan periode yang sama tahun lalu.
"Itu bukan alasan, karena seharusnya sudah bisa diantisipasi sebelumnya. Persoalannya adalah, para produsen ini kurang tanggap dalam menjaga supaya pengiriman itu selalu bisa tepat waktu," tandas Menperindag.
Sementara itu, Kepala Pemasaran Pusri Daerah (PPD) Jawa Barat, Herfian Idrus, berdalih, keterlambatan pasokan pupuk untuk Jawa Barat turut disebabkan oleh bertambahnya daerah yang menjadi tanggung jawab PT Pusri. Menurut dia, seharusnya daerah yang menjadi tanggung jawab pemasaran Pusri adalah seluruh provinsi di Pulau Sumatera minus Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara; Jawa Tengah, dan Banten.
Akan tetapi, karena kerusakan pabrik pupuk milik PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Aceh yang seharusnya bertanggung jawab terhadap Sumatera Utara (Sumut) dan NAD, dan keterbatasan kemampuan PT Pupuk Kujang untuk memenuhi kebutuhan pupuk di seluruh Jawa Barat, akhirnya Pusri ikut memasok kebutuhan pupuk bagi Sumut, NAD, dan Jabar.
"Sementara kapal-kapal kami diprioritaskan untuk memenuhi dulu kebutuhan di daerah yang menjadi tanggung jawab kami, akhirnya daerah-daerah tambahan seperti Jabar agak terlambat memasok pupuknya," ujarnya.
</TEXT>
<AUTHOR> DHF </AUTHOR>
<DATE> Jumat, 21 Mei 2004 </DATE>
</DOC>
<DOC>
<DOCNO>kompas221001</DOCNO>
<TITLE>Hari Tani Nasional 24 Oktober: Pertanian Organik, Masih Sebatas Omongan Pemerintah</TITLE>
<TEXT>
Yogyakarta, Kompas - Kalangan petani mengemukakan, masalah pertanian organik yang menjamin kelestarian lingkungan alam dan kesehatan para petani, hingga saat ini sebatas jadi "omongan" kalangan pemerintah. Petani menilai, pemerintah belum melakukan tindakan nyata dan spontan untuk menyelamatkan lingkungan alam, dan meningkatkan kehidupan para petani.
Demikian pernyataan petani di sela-sela kegiatan Gelar Budaya Petani dan pameran produksi petani 20-23 Oktober di Gedung Purna Budaya Yogyakarta. Gelar budaya yang diprakarsai Aliansi untuk Kedaulatan Petani itu antara lain memamerkan benih dan teknologi lokal petani, pasar tani, pentas seni petani, seni rupa pertunjukan tani, dialog agraria dan pengelolaan sumber daya alam, dan sarasehan petani dengan konsumen.
Mbah Suko (63), tokoh tani dari Desa Kentheng Mangunsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang yang hadir pada acara pembukaan kemarin mengungkapkan betapa pentingnya pengenalan budaya lokal petani. Yang dimaksud budaya lokal petani, katanya, antara lain budi daya pertanian, bibit lokal, tradisi masyarakat setempat, sistem produksi, sampai sistem pasar yang dikenal petani.
"Pertemuan seperti ini sebenarnya penting bagi petani, karena kami akan saling belajar. Kalau akhir-akhir ini pemerintah mulai ikut omong tentang pertanian organik, itu baru taraf omongan saja, tapi belum nyata. Pemerintah belum secara spontan membantu petani, atau mencanangkan program pertanian organik," kata Mbah Suko, penerima penghargaan Kalpataru 2001 bidang pelestarian pertanian.
Pertanian organik, yang merupakan budaya petani lokal, penting dikenali kalangan petani kembali karena budaya itu nyaris punah, atau terpinggirkan oleh program-program nasional pemerintah sendiri. "Zaman Orde Baru dulu kita kenal Bimas Pertanian, dan Swasembada Pangan. Ketoke nguripi, janjane mateni petani (Kelihatannya menghidupi, tapi sebenarnya mematikan petani-Red)," ujar Mbak Suko.
Dijelaskan oleh Mbah Suko dan Toto Rahardjo, Fasilitator Petani dan lembaga Institut Yogyakarta, pameran budaya petani di Purna Budaya tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk jual-beli berbagai komoditas pertanian, termasuk sejumlah bibit padi lokal yang sudah langka.
</TEXT>
<AUTHOR> (hrd) </AUTHOR>
<DATE>Senin, 22 Oktober 2001</DATE>
</DOC>
<DOC>
<DOCNO>kompas241203</DOCNO>
<TITLE>Pertanian Organik dan Kemandirian Petani </TITLE>
<AUTHOR>(nes)</AUTHOR>
<DATE>Rabu, 24 Desember 2003 </DATE>
<TEXT>
JAMES C Scott, profesor ilmu politik di Yale University, AS, pernah tinggal selama dua tahun (1978-1980) di sebuah desa kecil di Malaysia. Saat itu merupakan tahun-tahun perjuangan para petani cilik, yang pelan tapi pasti tergusur oleh Revolusi Hijau. Inilah suatu terobosan teknologi yang melipatgandakan hasil pertanian dan mampu memenuhi kebutuhan pangan dunia, tetapi di sisi lain justru makin memarjinalkan harkat para petani miskin.
DI sebuah desa di wilayah Kedah yang disamarkan dengan sebutan Sedaka, Scott membuktikan bahwa intensifikasi pertanian, penggunaan sarana produksi unggul, dan mekanisasi pertanian, makin memperbesar jurang pemisah antara petani kaya dan miskin dengan menghilangkan pendapatan petani kecil dan buruh tani hingga dua pertiganya. Modernisasi pertanian lewat intensifikasi dan mekanisasi ini juga mengubah pola hubungan petani pemilik dengan buruhnya menjadi semakin individual.
Hasil penelitian yang kemudian menjadi buku klasik etnografi-antropologi berjudul Weapons of the Weak, Everyday Forms of Peasant Resistance (diterbitkan Yale University, 1985) itu, juga memotret bagaimana perjuangan para petani miskin menghadapi semua perubahan ini.
Apa yang ditulis Scott, semakin hari semakin terbukti. Revolusi Hijau justru makin membuat petani tergantung, apalagi setelah teknologi dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar.
Petani yang dulu merdeka dengan memakai bibit sendiri, mendaur ulang kotoran ternak untuk pupuk, dan memanfaatkan yang ada di alam dalam pengendalian hama, kini tak bisa lagi menjalankan usaha taninya bila tak bisa membeli bibit, tak ada pupuk kimia maupun pestisida untuk menjalankan usaha taninya.
Harga benih, pupuk, maupun pestisida yang membubung tinggi, sementara harga hasil produksi pertanian relatif tetap, membuat kehidupan petani semakin terpuruk.
Dr Vandana Shiva, aktivis yang pernah menjadi Direktur Research Foundation for Science, Technology, and Natural Policy, India, menyebutkan bahwa Revolusi Hijau tidak hanya membunuh petani, tapi juga merusak lingkungan dan memperbesar ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju.
SEBAGAI aktivis, Shiva tidak bisa tinggal diam melihat keterpurukan petani ini. Salah satu usaha yang dilakukannya awal tahun 1990-an adalah mengembangkan bank benih di setiap komunitas dan dikelola oleh para petani itu sendiri.
Menurut Shiva, bank benih membuat petani tidak hanya bebas mengakses benih, tetapi juga tidak lagi tergantung pada monopoli oleh perusahaan yang menerapkan hak kepemilikan intelektual. "Monopoli bibit dan sistem pangan telah terbukti menghancurkan pasar dan sistem pangan lokal," tegasnya.
Untuk menghilangkan ketergantungan pada pupuk dan pestisida, Shiva mengampanyekan pertanian organik dengan menggunakan kompos, kotoran tanaman, dan pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh hayati yang ada di alam.
Apa yang awalnya lebih merupakan upaya memandirikan petani, ternyata mendapat sambutan positif. Apalagi ketika konsumen mulai mendapati adanya residu pestisida, terjadinya pencemaran lingkungan pada makanan, maupun munculnya penyakit sapi gila yang diduga berawal dari pemaksaan ternak pemakan rumput memakan sisa-sisa produksi peternakan.
Di Indonesia, pengembangan pertanian organik berjalan beriringan dengan munculnya kesadaran global untuk kembali ke alam, selain berkembangnya gerakan sosial untuk memberdayakan petani.
Dalam buku Belajar dari Petani, Kumpulan Pengalaman Bertani Organik yang diterbitkan SPTN-HPS Yogyakarta tahun 2003, tampak betul upaya para petani ini untuk mewujudkan cita-cita kemandirian, kedaulatan, dan sekaligus menjaga daya dukung alam.
Buku yang merupakan kumpulan tulisan pengalaman 50 petani organik di berbagai daerah di Jawa itu, mengupas mulai dari ketidaktahuan petani soal pertanian organik, perkenalan mereka, sampai manfaat yang kemudian dirasakan.
Simak apa yang diungkapkan Omistriyah, pengurus Kelompok Perempuan Mandiri di kawasan Bogor, Jawa Barat. Awalnya, ia hanya memanfaatkan pupuk kandang sebagai pengganti harga pupuk yang makin tak terjangkau.
Adapun Paiman, petani dari daerah Jumapolo di Karanganyar, Jawa Tengah, melihat kembalinya musuh alami hama-hama di kebunnya, setelah mempraktikkan pertanian organik secara konsisten.
?? 快捷鍵說明
復制代碼
Ctrl + C
搜索代碼
Ctrl + F
全屏模式
F11
切換主題
Ctrl + Shift + D
顯示快捷鍵
?
增大字號
Ctrl + =
減小字號
Ctrl + -